Kota
Semarang. Sebuah rumah yang menjadi home industri pembuatan ekstasi di
Kota Semarang Jawa Tengah digerebek petugas gabungan dari Bareskrim
Polri dan Polda Jateng. Dua orang pelaku beserta barang bukti yang siap
di edar serta bahan baku pembuatan Narkoba turut di sita, pelaku
diduga kuat terlibat jaringan peredaran Narkoba internasional sekarang
sudah di tangkap dan dilakukan pengembangan ke jaringan lain.
Hal
itu diungkapkan Waka Polda Jateng Brigjen Pol Abioso Seno Aji
didampingi Dirresnarkoba Kombes Pol Lutfi Martadian dalam pers rilis
ungkap kasus Clandenstine Laboratory (pabrik ekstasi) jaringan
internasional di Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang beralamat di Jl.
Kauman Barat 5 No 10 Kec. Pedurungan Kota Semarang Jawa Tengah. Sabtu
(2/6/2023).
Kegiatan yang turut dihadiri Karo Ops Kombes Pol
Basya Radyananda, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar, dan
pejabat Bea Cukai Kanwil Jateng-DIY Tri Utomo tersebut dilaksanakan
secara daring bersama Bareskrim Polri yang turut menggelar kegiatan
serupa di TKP yang masih berkaitan di Tangerang Banten.
“Pengungkapan
ini bermula dari informasi yang diperoleh petugas Bea Cukai mengenai
masuknya alat pencetak pil (dari luar negeri) dan bahan-bahan kimia yang
dicurigai digunakan untuk produksi ekstasi,” tutur Wakapolda.
Berdasarkan
informasi tersebut, petugas Bea Cukai kemudian berkoordinasi Bareskrim
Polri, Polda Banten dan Polda Jateng untuk melakukan control delivery.
Hasilnya, pada hari Kamis (1/6/2023) petugas melakukan penggerebekan
terhadap alamat rumah di Tangerang, Propinsi Banten serta Kota Semarang
yang menjadi tujuan pengiriman barang-barang tersebut.
Penggerebekan
di Tangerang dilakukan oleh Tim Gabungan Bareskrim Polri dan Polda
Banten pada pukul 17.30 WIB di sebuah rumah beralamat di Desa
Wanakerta, Kec. Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten. Berselang dua
jam kemudian, Tim Gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jateng menggerebek
sebuah rumah di Jl. Kauman Kec. Pedurungan Kota Semarang Jawa Tengah.
“Di
dalam rumah yang di pergunakan sebagai tempat produksi narkotika jenis
ekstasi ini, petugas mendapati adanya aktifitas produksi obat-obatan
terlarang yang dilakukan oleh para pelaku,” lanjutnya.
Adapun di
TKP Tangerang, dua orang pelaku berinisial TH (39) dan N (27) diamankan
petugas berikut barang bukti mesin cetak ekstasi serta bahan bakunya.
Kedua laki-laki asal Bogor tersebut diamankan setelah kedapatan meracik
dan memproduksi obat-obatan terlarang di TKP.
Sedangkan di Kota
Semarang, petugas mengamankan dua orang asal Tanjung Priok, Jakarta
Utara berinisial MR (28 Th) yang berperan sebagai Koki (peracik bahan)
dan ARD (24 Th) yang berperan sebagai operator mesin cetak ekstasi.
Dua
pelaku di Tangerang mengaku disuruh oleh seorang berinisial B (DPO),
untuk memproduksi ekstasi. Sedangkan dua pelaku yang tertangkap di
Semarang mengaku membuat barang haram tersebut atas suruhan seorang
berinisial K (DPO).
“Untuk pelaku di Tangerang dijanjikan upah
Rp. 500 ribu per orang, sedangkan yang di Semarang dijanjikan upah Rp. 1
juta per orang sebagai uang makan. Saat ini petugas masih melakukan
profiling terhadap orang yang menyuruh para pelaku,” ujar Wakapolda.
Dari
hasil penangkapan di dua TKP tersebut, petugas mengamankan lebih dari
35 ribu pil ekstasi, 1.893 butir kapsul berisi serbuk prekusor pembuat
ekstasi, dua mesin cetak ekstasi, dan berbagai bahan baku pembuat
ekstasi dengan berat total 100 kilogram.
“Berkat pengungkapan
tersebut, kita telah berhasil menyelamatkan 460.778 jiwa masyarakat dari
ancaman narkoba,” tandas Wakapolda.
Atas perbuatannya, para
pelaku dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 jo pasal 132
(1) subsider pasal 113 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal
hukuman mati.
Usai kegiatan, Wakapolda menghimbau kepada
masyarakat untuk lebih peka dan waspada terhadap warga pendatang baru
yang ada dilingkungannya. Dirinya turut mengingatkan masyarakat untuk
tidak segan melapor jika ada warga baru yang datang dan menginap 1x24
jam namun tidak melapor pada RT setempat.
“Ini sangat disayangkan
karena para pelaku di Semarang ini sudah tinggal beberapa minggu di
TKP, namun mereka tidak lapor ke RT. Jika ada hal semacam ini, maka
seharusnya pihak RT yang pro aktif dengan mengecek warga baru tersebut.
Siapa mereka, ada hubungan apa dengan pemilik rumah dan apa keperluan
mereka tinggal di rumah tersebut. Kita harus lebih peka,” pungkasnya.