Cilacap - Polresta Cilacap mengungkapkan kasus yang menggemparkan di Kabupaten Cilacap terkait perdagangan orang (TPPO). Belasan orang menjadi korban rayuan palsu untuk bekerja di luar negeri, tetapi ironisnya mereka malah dipekerjakan sebagai kuli bangunan di Indramayu, Jawa Barat (Jabar). Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) yang menangani kasus ini menjelaskan bahwa pengungkapan ini merupakan langkah konkret dalam memberantas kejahatan TPPO, sesuai arahan Presiden. Jumlah korban mencapai 165 orang, dan mereka diberi harapan untuk berangkat ke Korea Selatan, namun nyatanya tidak ada kelanjutan dari rencana tersebut. Alih-alih menjadi pekerja di negara tujuan, mereka dipaksa bekerja sebagai kuli bangunan untuk membangun gedung lembaga pelatihan kerja (LPK) di Indramayu, Jawa Barat.
"Dalam penegakan hukum ini, kami bekerja atas arahan Presiden untuk memberantas tindak kejahatan TPPO dari sumbernya hingga pelaku utama. Kasus ini melibatkan 165 korban, yang sebelumnya dijanjikan untuk bekerja di Korea Selatan. Sayangnya, mereka malah dipekerjakan sebagai kuli bangunan di Indramayu, Jawa Barat," kata Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, pada Selasa (6/6/2023).
Irjen Pol Ahmad Luthfi juga mengungkapkan bahwa kasus perdagangan orang ini terungkap berkat laporan yang diajukan oleh para korban ke Polresta Cilacap. Petugas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap dua orang pelaku yang bertindak sebagai perekrut. Mereka adalah Taryanto (43), seorang warga Cilacap, dan Sunata (51), warga Indramayu.
"Pelaku menggunakan modus dengan menjanjikan para korban pekerjaan di Korea Selatan dengan gaji yang tinggi. Taryanto bertanggung jawab dalam merekrut korban melalui perusahaan fiktif bernama CV Asiana Jasvan Jaya, sementara Sunata bertugas menerima pembayaran sebesar Rp1,5 miliar dari total Rp3,6 miliar yang diperoleh Taryanto dari para korban," ungkap Irjen Pol Ahmad Luthfi.
Para pelaku berhasil merekrut sebanyak 165 korban, lalu mereka meminta uang dalam jumlah yang mencapai ratusan juta rupiah dengan dalih untuk proses pemberangkatan. "Setiap korban diminta untuk menyetorkan uang kepada tersangka dengan jumlah mulai dari Rp5 juta hingga Rp110 juta. Para pelaku merekrut dan memberikan janji-janji palsu kepada korban untuk bekerja di luar negeri dengan upah yang sangat besar," jelasnya.
Dalam penggerebekan yang dilakukan, polisi menyita sejumlah barang bukti yang terkait dengan kasus ini, termasuk daftar nama calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang direkrut oleh Taryanto, laptop, dan puluhan lembar kuitansi.
"Atas perbuatannya, kedua tersangka akan dijerat dengan Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka dapat dihadapkan pada hukuman penjara dengan ancaman maksimal 10 tahun," pungkas Irjen Pol Ahmad Luthfi.